Minggu, 17 September 2017

Contoh Kasus Managemen: Faktor Penyebab tutupnya Seven Eleven




Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey mengatakan ada dua faktor besar penyebab PT Modern International Tbk tidak bisa mempertahankan keberadaan semua gerai convenience store 7-Eleven (Sevel) di Indonesia. Sekitar 133 gerai Sevel yang tersebar di Jabodetabek, kata Roy, terpaksa tutup karena faktor internal dan faktor eksternal.

"Kalau kita lihat secara dalam, yang menyebabkan dari faktor internal adalah karena pada saat bersamaan waktu penyewaan toko-toko habis selama lima tahun. Otomatis pendapatan kurang dari pengeluaran," kata Roy, kepada Merdeka.com, Jakarta, Rabu (28/6).

Pengeluaran yang meningkat, kata Roy, menjadi beban internal. Apalagi kondisi saat ini industri ritel di Indonesia sedang terpuruk. "Karena memang situasi saat ini industri ritel dalam kondisi under perform," ujarnya.

Selain hal - hal tersebut, Roy juga memaparkan faktor eksternal yang menjadi penyebab bangkrutnya Sevel. Diantaranya adalah faktor regulasi dari pemerintah yang tidak mendukung berkembangnya bisnis Sevel di Indonesia.

"Sevel memang belum didukung perizinan yang memadai, di mana mereka masih berkutat di Jakarta saja," ungkapnya. Padahal, jika pemerintah bisa merevisi izin usaha untuk Sevel bisa membuat bisnis tersebut berkembang dan melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain. Mengingat umur Sevel di Indonesia yang sudah mencapai lebih dari lima tahun. "Otomatis mereka tidak bisa berkembang," pungkasnya.

https://www.merdeka.com/uang/ini-dua-faktor-penyebab-sevel-tutup-di-indonesia-versi-pengusaha.html
Read More

Contoh Skripsi Akutansi: Profil dan Sejarah Seven Eleven




7-Eleven adalah jaringan kelontong yang tersedia (yang buka selama) 24 jam asal Amerika yang kemudian diambil alih oleh Seven & I Holdings Co. asal Jepang pada tahun 2005. Perusahaan mengoperasikan waralaba sebanyak 8.600 toko di Amerika Serikat dan Kanada. Lebih dari 7.600 toko perusahaan beroperasi dan 5.700 terwaralaba di Amerika Serikat.Di luar Amerika Serikat dan Kanada, ada lebih dari 41.600 7-Eleven dan toko-toko lain di Jepang, Taiwan, Thailand, Korea Selatan, Cina, Malaysia, Meksiko, Singapura, Australia, Filipina, Indonesia, Norwegia, Swedia dan Denmark.

Pada awalnya, perusahaan ini didirikan pada tahun 1927 di Oak Cliff, Texas. Nama 7-Eleven sendiri mulai dipakai sejak  tahun 1946. Sebelum toko 24 jam pertama dibuka di Austin, Texas pada tahun 1962, 7-Eleven buka dari jam 7 pagi hingga 11 malam, dan karenanya bernama "7-Eleven" (7-Sebelas). Setiap gerai 7-Eleven menjual berbagai jenis produk, umumnya makanan, minuman, dan majalah.Bahkan di berbagai negara, tersedia pula layanan seperti pembayaran tagihan serta penjualan makanan khas daerah. Produk khas 7-Eleven adalah Slurpee, sejenis minuman es dan Big Gulp, minuman soft drink berukuran besar.

Pada tahun 1991, Southland Corporation yang memiliki sebagian besar saham perusahaan menjual sahamnya epada perusahaan jaringan supermarket Jepang, Ito-Yokado.Dengan sisa saham yang ada, Southland Corporation lalu berubah nama menjadi 7-Eleven, Inc pada tahun 1999. Tahun 2005, seluruh saham 7-Eleven, Inc diambil alih Seven & I Holdings Co. sehingga perusahaan ini dimiliki sepenuhnya oleh pihak Jepang.

7-Eleven juga telah tersedia di Indonesia di bawah pengelolaan PT Modern Putra Indonesia, anak perusahaan PT. Modern Internasional yang merupakan distributor Fujifilm di Indonesia. 7-Eleven telah hadir di Jakarta sedangkan 7-Eleven di Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Palembang, dan Medan 

https://profil.merdeka.com/mancanegara/7/7-eleven/

Read More

Study Akutansi: Sejarah Seven Eleven di Indonesia Hingga di Tutup




Per 30 Juni 2017, 7-Eleven atau Sevel secara resmi telah menutup seluruh gerainya yang ada di Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akhirnya mengungkapkan alasan Sevel menutup gerainya di Indonesia.

Menurut Enggar, tutupnya sevel ini lantaran pihak perusahan tidak berani mengambil keputusan. Sehingga ditengah perusahaan mengalami kerugian, Sevel tidak ada bisa menentukan arahnya.

"Jadi ini memang murni permasalahan internal. Jadi dalam satu kegiatan usaha kalau dia terus-menerus merugi maka pemegang saham atau direksi harus berani cut loss, berani ambil keputusan," kata Enggar saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2017).

Pada dasarnya, menurut Enggar, masalah yang dihadapi ileh Sevel ini bisa diperbaiki melalui investasi yang baru oleh pemilik baru, namun keputusan tetap ada di manajemen perusahaan. Seperti diketahui, sebelumnya PT. Charoen Pokphand Tbk (CPIN) juga sempat berencana mengambilalih bisnis 7-Eleven, namun batal diakuisisi. Sehingga sevel memutuskan untuk menutup gerainya karena tidak mendapat suntikan modal.

"Apakah ada kemungkinan diperbaiki dengan investasi berikutnya, pola dan sebagainya itu murni bussiness judgement," ujarnya.

Sejarahnya, Sevel masuk ke Indonesia pada tahun 2008. Ia dikelola oleh PT Modern Sevel Indonesia, anak dari PT Modern International Tbk. Sevel merupakan terobosan bisnis dari Modern Grup yang saat itu tengah mengalami kelesuan. Di tengah kelesuan bisnis, Modern Grup akhirnya memutuskan untuk membeli lisensi waralaba 7-Eleven alias Sevel. Langkah ini ternyata mampu menyelamatkan bisnis Grup Modern.

Di Indonesia, Sevel hanya ada di Jakarta. Rencana ekspansi ke kota-kota besar lain seperti Surabaya, Medan, Bandung, Semarang, Balikpapan, dan Palembang belum sempat terealisasi.

Di seluruh dunia, Sevel tersebar di 17 negara dengan jumlah gerai menapai 58.300. Dua pasar terbesarnya adalah Amerika Serikat dan Jepang. Toko kelontong ini memang berdiri di Texas sejak 1927 dengan nama awal Tote'm Stores. Nama Sevel baru digunakan pada 1946, saat toko itu hanya buka sejak pukul 7 pagi sampai 11 malam.

Tahun 1991, Southland Corporation—pemilik Sevel—menjual sebagian besar sahamnya ke perusahaan jaringan supermarket Jepang bernama Ito Yokado. Seluruh saham Sevel diambil alih oleh pihak Jepang pada 2005.

Setiap tahun, ada sekitar 30 sampai 60 gerai Sevel baru dibuka di Jakarta. Ini membuat jumlah gerai Sevel terus bertambah. Tahun 2011, hanya ada 50-an gerai Sevel. Tahun 2012, jumlahnya bertambah hampir dua kali lipat.

Hingga tahun 2014, jumlah gerai Sevel di Jakarta mencapai 190. Di tahun itu juga, sebanyak 40 gerai baru Sevel dibuka. Penjualan bersih pun naik 24,5 persen menjadi Rp971,7 miliar dari tahun sebelumnya yang hanya Rp778,3 miliar. Tahun 2014 bisa disebut sebagai puncak kejayaan Sevel.

Sayangnya, pada tahun berikutnya, penjualan Sevel menurun, pun begitu dengan jumlah gerainya. Pada tahun 2015 itu, total penjualan bersih Sevel turun menjadi Rp886,84 miliar. Untuk pertama kalinya Sevel melakukan penutupan gerai. Tahun itu, ada 20 gerai yang ditutup. Sementara gerai baru hanya dibuka 18, angka terkecil penambahan gerai sejak 2011.

Puncaknya, mulai Jumat (30/6/2017), Modern memutuskan menutup sisa 136 toko setelah kesepakatan Rp1 triliun untuk menjual kepemilikan kepada konglomerat Charoen Pokphand tidak berjalan mulus pada awal Juni, hanya enam pekan sejak diumumkan.

http://www.suara.com/bisnis/2017/07/04/144938/mendag-akhirnya-bongkar-penyebab-7-eleven-bangkrut
Read More

Study Ekonomi: Penyebab Tutupnya Seven Eleven




Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings turut menyoroti perihal penghentian opedasional gerai 7-Eleven di Indonesia.

Menurut Fitch, ini bukan merupakan bukti permasalahan pada seluruh industri ritel, namun cenderung merefleksikan keadaan yang dirasa janggal pada pewaralaba. Dalam pernyataannya, Senin (3/7/2017), Fitch menyatakan penutupan gerai-gerai 7-Eleven di Indonesia menegaskan risiko terkait regulasi.

Selain itu, kondisi ini juga mengemukakan pentingnya model bisnis yang solid bagi profil kredit peritel.PT Modern Internasional Tbk menyatakan menutup semua gerai 7-Eleven pada 30 Juni 2017 dikarenakan kurangnya sumber daya untuk membiayai operasional gerai. Pengumuman ini dibuat beberapa pekan setelah kesepakatan menjual anak usaha yang mengelola 7-Eleven kepada PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk gagal.

"Model bisnis Modern Internasional untuk jaringan 7-Eleven terganggu oleh perkembangan peraturan yang tidak menguntungkan," tulis Fitch. Pada tahun 2015, sekira 20 gerai 7-Eleven ditutup. Adapun pada tahun 2016 ada 25 gerai yang ditutup, menyisakan hanya 161 gerai.

Penutupan gerai ini menyusul aturan Kementerian Perindustrian pada April 2015 yang melarang penjualan minuman beralkohol di gerai ritel modern kecil seperti 7-Eleven. Padahal, minuman beralkohol menyumbang sekitar 15 persen penjualan Modern Internasional. Penutupan gerai berdampak pada penurunan penjualan sebesar 28 persen dan kerugian EBITDA pada tahun 2016.

Fitch meyakini, permasalahan bisnis yang dialami 7-Eleven dikarenakan tidak jelasnya perbedaan antara gerai 7-Eleven dengan jaringan restoran cepat saji dan restoran skala menengah di Indonesia. "Model bisnis dan risiko gerai 7-Eleven mirip dengan restoran, karena jaringan gerai (7-Eleven) menjual makanan siap santap, minuman, dengan area tempat duduk dan Wi-Fi gratis," ungkap Fitch.

Alhasil, 7-Eleven harus menghadapi kuatnya persaingan dengan jaringan restoran cepat saji dan pedagang makanan tradisional yang masih sangat populer di kalangan konsumen Indonesia. Profil risiko bisnis ini sangat berbeda dibandingkan minimarket dan convenience store, seperti Alfamart dan Indomaret, yang lebih menegaskan profilnya untuk menjual barang kebutuhan sehari-hari dan jaringannya lebih luas. Di samping itu, gerai-gerai 7-Eleven juga memiliki biaya sewa yang lebih tinggi.

Bagaimana tidak, 7-Eleven menyediakan area duduk yang membutuhkan area luasan toko yang lebih luas. Pun sebagian besar gerai 7-Eleven di Jakarta berlokasi di area utama yang pastinya memiliki biaya sewa yang lebih tinggi. "Biaya sewa Modern Internasional naik sekitar 28 persen pada 2016 meski banyak gerainya ditutup pada tahun 2016 dan 2015," ungkap Fitch. 

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/07/04/091000926/menurut.fitch.ratings.ini.penyebab.tutupnya.7-eleven.di.indonesia

Read More

Contoh Kasus Akutansi: Utang 7-Eleven Rp2 Miliar, Sejak September 2016 Mulai Macet



PT Modern Sevel Indonesia (MSI) selaku pemegang merek minimarket Sevel Elevel (Sevel) harus membayar kewajiban utangnya yang sudah jatuh tempo. Bahkan sebelum semua gerainya tutup, Sevel mestinya harus sudah membayar utangnya. Saat ini dua perusahaan suppler Sevel memperkarakan Modern Sevel Indonesia dalam pembayaran piutang karena tempat gerai minimarket Seven Eleven tutup. Kedua perusahaan supplier tersebut yakni PT Soejach Bali dan PT Kurniamitra Duta Sentosa.

Kuasa Hukum dari kedua perusahaan supplier Fitri Safitri mengatakan, klien kami sudah menjadi supplier sejak Sevel berdiri. Dalam perjalanannya, pembayaran kredit Sevel mulai macet sejak September 2016.

"Aku dari supplier, yang satu makanan cepat saji, yang satu supplier barang-barang tapi mamin (makanan dan minuman) juga. Utang jatuh temponya sejak September 2016,"ujarnya, di Pengadilan Niaga, Jakarta, Senin (28/8/2017).

Total utang yang masih harus dibayarkan Sevel kepada dua pemohon tersebut besarannya sekira Rp2 miliar. Terdiri dari Rp1,8 miliar untuk PT Soejach Bali dan Rp200 juta untuk PT Kurniamitra Duta Sentosa. "Sejak September 2016 itu mulai macet. Jatuh temponya juga bulan itu. Jadinya kita faktur kan. Fakturnya itu kan bisa ditagih sebulan setelah tukar faktur,"ujarnya.

http://economy.okezone.com/read/2017/08/28/320/1764595/utang-7-eleven-rp2-miliar-sejak-september-2016-mulai-macet
Read More

Study Kasus Manajemen: Fakto Penyebab Kebangkrutan Seven Eleven




7-Eleven di bawah manajemen PT Modern International Tbk (MDRN) akan menutup seluruh gerainya pada 30 Juni 2017. Penutupan gerai ini dilakukan setelah 7-Eleven sempat mendapat guncangan karena tingginya beban biaya operasional yang harus ditanggung.Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, terdapat beberapa hal yang diperkirakan menjadi sebab dari kebangkrutan 7-Eleven. Salah satunya karena rencana bisnis yang dianggap terlalu progresif.

"Pertama tentu namanya 7-Eleven kan perusahaan swasta. Perusahaan swasta itu kan penyebabnya berbagai macam. Apakah itu business planning, apakah itu manajemen, apakah itu pemegang saham. Jadi itu beberapa hal berkaitan perusahaan swasta," kata Airlangga saat ditemui pada sela-sela open house di rumah dinas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Jalan Widya Chandra IV Nomor 17, Jakarta Selatan, Senin (26/6/2017).

Adapun penyebab kedua adalah masalah pengelolaan dan persoalan banyaknya pemegang saham. Artinya, 7-Eleven sulit untuk berkembang karena beberapa persoalan internal."Masalah pemegang saham, karena kan untuk mendapatkan market share tidak semuanya, kalau perusahaan swasta itu tidak semuanya mencerminkan keuntungan. Nah, oleh karena itu tinggal seberapa kuat pemegang saham untuk meng-invest dananya. Nah pada saat pemegang sahamnya bermacam ragam, itu kan mempunyai time frame yang berbeda untuk return of investment. Jadi sih menurut saya ini murni kasus swasta saja," jelasnya.Airlangga menegaskan bahwa melemahnya kondisi pasar di Indonesia tidak menjadi sebab kebangkrutan gerai retail modern ini. Hanya saja, pemerintah terus memantau kondisi pasar retail di Indonesia secara keseluruhan."Namanya pasar selalu ada koreksi pasar. Mungkin ini waktunya time to koreksi pasar untuk kembali. Kadang-kadang pasar itu kan bisa bubble. Saat bubble-nya turun kan. Pemerintah juga melihat itu, melihat pengembangannya," jelasnya.

Seperti diketahui, 7-Eleven memang telah beberapa kali mengalami hambatan dan kendala dalam pengembangan bisnisnya. Hanya saja, selama ini 7-Eleven terus berupaya untuk bertahan dengan beberapa produk dan konsep dan dipertahankan."7-Eleven kan sudah beberapa kali attempt to Indonesian market, beberapa kali coba masuk, yang pertama kan juga mengalami hambatan. Nah ini yang kedua kalinya, dan kedua kalinya sangat agresif. Nah tentu keagresifannya itu nanti baliknya ke provit and loss-nya bagaimana kan urusan perusahaan swasta," 

jelasnya.Seperti diketahui, penutupan gerai 7-Eleven ini disebabkan oleh dihentikannya kegiatan operasional PT Modern Sevel Indonesia, yang merupakan manajemen dari gerai Sevel yang ada di Tanah Air. Sebelumnya, Direktur MDRN Chandra Wijaya menyatakan, perseroan berencana melakukan transaksi material perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience di Indonesia dengan merek waralaba 7-Eleven beserta aset yang menyertainya kepada PT Charoen Pokpand Restu Indonesia. Namun, transaksi tersebut batal karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak yang berkepentingan.

http://economy.okezone.com/read/2017/06/26/320/1724711/analisis-menperin-soal-kebangkrutan-7-eleven
Read More

Kasus Enron




Pengantar Mengenai Perusahaan Enron


Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.





Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat. Kronologis, fakta, data dan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle), dapat penulis kemukakan sebagai berikut:

1.   Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.
2.   Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan.
a.   Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b. Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c. Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
3    Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
4  Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
5    Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
6   Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
7   Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan
8    Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
9    KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
10  CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
11 Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
12  Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.
13 tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
14 KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
15 tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
16  tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
17  Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron .
18 tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
19 Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.


B.   Identifikasi Masalah Kasus Enron


Identifikasi dari masalah ini adalah Bagaimana Kasus Enron dilihat dari Perspektif Etika Bisnis dan Profesional Akuntan beserta implikasinya.


C. Pembahasan Masalah Kasus Enron


Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan rationalization, ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.


D.  Dampak Akibat Kasus Enron dan KAP Andersen


Kasus ini memberikan dampak di Amerika bahkan di Indonesia.
A.  Seperti yang saya kutip dari sumber yang sama (blog yang Diposkan oleh Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si., Ak di 04:47), kasus ini mempunyai implikasi terhadap pembaharuan tatanan kondisi maupun regulasi praktik bisnis di Amerika Serikat antara lain :

1.   Pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Selain itu, dibentuk pula PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang bertugas:
•    Mendaftar KAP yang mengaudit perusahaan publik
•    Menetapkan atau mengadopsi standar audit, pengendalian mutu, etika, independensi dan standar lain yang berkaitan dengan audit perusahaan publik
•  Menyelidiki KAP dan karyawannya, melakukan disciplinary hearings, dan mengenakan sanksi jika perlu
•  Melaksanakan kewajiban lain yang diperlukan untuk meningkatkan standar professional di KAP
•  Meningkatkan ketaatan terhadap SOX, peraturan-peraturan PCAOB, standar professional, peraturan pasar modal yang berkaitan dengan audit perusahaan publik.

2.   Perubahan-perubahan yang ditentukan dalam Sarbanes-Oxley Act
•   Untuk menjamin independensi auditor, maka KAP dilarang memberikan jasa non audit kepada perusahaan yang diaudit. Berikut ini adalah sejumlah jasa non audit yang dilarang :
1. Pembukuan dan jasa lain yang berkaitan.
2. Desain dan implementasi sistem informasi keuangan.
3. Jasa appraisal dan valuation
4. Opini fairness
5. Fungsi-fungsi berkaitan dengan jasa manajemen
6. Broker, dealer, dan penasihat investasi
•   Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas, yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.
•   Melarang KAP memberikan jasa audit jika audit partnernya telah memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien tersebut.
•  KAP harus segera membuat laporan kepada audit committee yang menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif perlakuan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.
•   KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chiefaccounting officer, controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut setahun sebelumnya.

3.  SOX melarang pemusnahan atau manipulasi dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang menyatakan bangkrut. Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.

4.  International Federation Accountants (IFAC), pada akhir tahun 2001 merevisi kode etik bagi para akuntan yang bekerja agar menjadi whitstleblower sebagai berikut “ para profesional dituntut bukan hanya bersikap profesional dalam kaidah-kaidah aturan profesi saja tetapi profesional juga dalam menyatakan kebenaran pada saat masyarakat akan dirugikan atau ada tindakan-tindakan perusahaan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku”.

5.  AICPA dan The Big Five KAP di Amerika mendukung inisiatif Reform yang melarang KAP untuk menawarkan jasa internal audit dan jasa konsultasi lainnya kepada perusahaan yang menjadi klien audit KAP yang bersangkutan.

6.  Jhon Whitehead dan Ira Millstein, ketua bersama Blue Ribbon Committe SEC,mengeluarkan rekomendasi tentang perlunya kongres menyusun Undang-Undang yang mengharuskan perusahaan Go Public melaksanakan dan melaporkan ketaatanyan terhadap pedoman corporate governance.

7.  Securities Exchange Commission (SEC) dan New York Stock Exchange (NYSE), menyerukan bahwa auditor internal harus lebih mempertajam peran dalam pemeriksaan ketaatan, mengelola resiko, dan mengembangkan operasi bisnis, dan setiap perusahaan diwajibkan untuk memiliki fungsi audit intern (James : 2003).

B.  Adapun dampak lain dari kasus ini yang saya kutip dari sebuah artikel yang berjudul “Audit Eksternal dan Hubungannya dengan Komite Audit” (Oleh IKAI )


   Dalam artikel tersebut dijelaskan menurut Agus Kretarto-Anggota Komite Audit PT Bank BII, Tbk dalam pembahasannya tentang “Kriteria Pemilihan Auditor Eksternal” menjelaskan bahwa profesi akuntan publik saat ini sedang mendapatkan sorotan tajam bahkan sinis dari masyarakat umum akibat terjadinya skandal-skandal besar di negara maju seperti AS yaitu kasus Enron dan WorldCom. Akibat kasus-kasus tersebut kini kredibilitas akuntan publik menjadi jatuh terutama disebabkan oleh keterlibatan Arthur Andersen salah satu KAP terbesar di dunia di dalam skandal tersebut. Akuntan Publik tidak lagi dipandang sebagai profesi yang unik melainkan sebagai industri yang tidak lepas dari kepentingan bisnis yang sempit.
Fenomena ini telah mendorong berbagai upaya untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Contoh yang paling nyata adalah inisiatif Sarbanes-Oxley yang merekomendasikan pembentukan badan pengawas akuntan publik di pasar modal. Indonesia sendiri tidak terlepas dari pengaruh skandal tersebut sehingga berbagai pihak seperti IAI dan BAPEPAM kini tengah membahas pengawasan kompetensi dari Akuntan publik terutama yang terlibat di pasar modal Indonesia.
Bagi perusahaan di Indonesia sendiri, pelajaran dari AS tersebut harus menjadi acuan agar tidak sampai terulang di Indonesia. Untuk itu di dalam menunjuk auditor eksternalnya perusahaan harus memiliki kriteria yang mampu meminimalkan resiko manipulasi audit.

C.  Kasus ini juga berdampak di Indonesia, seperti yang saya kutip dari Jum’at, 05 April 2002 | 10:27 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta dengan judul “Arthur Andersen Indonesia Belum Terpengaruh Enron”.
Berikut adalah kutipan dari artikel tersebut :
TEMPO Interaktif, Jakarta:Prasetio, Utomo & Co, member akuntan publik Arthur Andersen di Indonesia, belum mendapat pengaruh bangkrutnya Enron. Country Managing Partner Arthur Andersen Indonesia, Soemarso Slamet Rahardjo, di kantornya, Jumat (5/4), juga mengatakan akan mengikuti kantor pusat berkaitan dengan soal merger. “Kami tetap bekerja seperti biasa tanpa gangguan, dengan dukungan infrastruktur dan administratif penuh dari jaringan global maupun regional Andersen Worldwide,” katanya.

Arthur Andersen LLP – member di Amerika Serikat – dianggap ikut bersalah dalam kebangkrutan Enron. Akibatnya, Member Arthur Andersen di beberapa negara seperti, Jepang dan Thailand, telah membuat kesepakatan merger dengan KPMG, Australia dan Selandia Baru dengan Ernst & Young, dan Spanyol dengan Deloitte Touche Tohmatsu.

Soemarso mengatakan di Amerika Serikat, sejumlah kliennya tidak lagi menggunakan Andersen sebagai konsultannya akibat kasus Enron. “Kalau Indonesia, seperti saya katakan, secara bisnis masih bisa dipertahankan,” katanya. “Belum ada klien yang drop gara-gara kasus Enron.”

Ia mengatakan perkembangan terakhir yang terjadi pada Andersen LLP dapat mempengaruhi hubungan kerjasama perusahaan yang berdiri sejak 1968 itu dengan Andersen. Tapi, katanya, “Sampai saat ini kami masih bekerjasama dengan Andersen.”

Tapi jika Andersen di Amerika Serikat kondisinya tidak membaik, katanya, “Mau tidak mau kita juga nantinya terpaksa harus merger.”

Ia mengatakan Arthur Andersen Indonesia, yang memiliki lebih dari 1000 eksekutif, akan mengikuti kebijakan pusat. “Dengan siapa [kita merger], kita ikutin,” katanya. Alasannya, jika merger sendiri, meskipun berhak, nilainya akan dipandang kecil.

Ia juga mengatakan dirinya dan sekitar 40 partner Prasetio Utomo akan terus mengkaji dengan hati-hati beberapa opsi sambil mencermati perkembangan di AS. Pada waktunya nanti, lanjut dia, Prasetio Utomo akan membuat keputusan yang sebaik-baiknya untuk melindungi kepentingan karyawan. “(Seandainya merger)Tidak ada pemutusan hubungan kerja. Tidak ada itu,” tegasnya.

Di Amerika sendiri, aktivitas seluruh member Andersen dibekukan pemerintah. Akibatnya, menurut Asian Wall Street Journal edisi Jumat (5/4), klien-klien Andersen LLP beralih ke berbagai auditor. Antara lain Delotte and Touche (10 persen), KPMG (11 persen), PriceWaterhouseCooper (20 persen), dan Ernst & Young (28 persen). Dan yang berpindah ke auditor-auditor kecil lainnya atau mengaku belum tahu berpindah kemana sebanyak 40 persen.

Prasetio, Utomo&Co didirikan tahun 1968. Pada awal pendiriannya, firm ini bekerja sama dengan SGV Group (Sycip, Gorres, Velayo) yang berbasis di Manila, Filipina. Pada saat itu, SGV Group merupakan KAP independen yang memiliki jaringan terbesar di Asia Timur. Pada tahun 1985, SGV Group bergabung menjadi mitra Arthur Andersen & Co., Societe Cooperative, yang diikuti pula oleh Prasetio Utomo. (Ucok Ritonga-Tempo News Room)


E.   Simpulan Kasus Enron


Dari kasus tersebut bisa saya simpulkan bahwa Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Mungkin saja pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan keuntungan bagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Dalam kasus ini, KAP yang seharusnya bisa bersikap independen tidak dilakukan oleh KAP Arthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai kehancuran dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangakn KAP Arthur Andersen sendiri kehilangan keindependensiannya dan kepercayaan dari masyarakat terhadap KAP tersebut, juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Andersen dimana mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini. Kesimpulan yang bisa diambil dar ketiga sumber yang saya kutip kurang lebih sama seperti yang saya simpulkan.
Salah satunya adalah kesimpulan yang saya kutip dari blog yang Diposkan oleh Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si., Ak di 04:47 yang berisi sebagai berikut :

•  Pihak manajemen Enron telah melakukan berbagaimacam pelanggaran praktik bisnis yang sehat melakukan (Deception, discrimination of information, coercion, bribery) dan keluar dari prinsif good corporate governance.Akhirnya Enron harus menuai suatu kehancuran yang tragis dengan meninggalkan hutang milyaran dolar.

• KAP Andersen sebagai pihak yang seharusnya menjungjung tinggi independensi, dan profesionalisme telah melakukan pelanggaran kode etik profesi dan ingkar dari tanggungjawab terhadap profesi maupun masyarakat diantaranya melalui Deception, discrimination of information, coercion, bribery. Akhirnya KAP Andersen di tutup disamping harus mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum.
Read More

Contoh Soal (Membuat Keputusan Investasi Modal)




PENGANGGARAN MODAL 


1.     Apa yang dimaksud dengan  :
a.     Arus kas tambahan (incremental cash flows)
b.     Prinsip berdiri sendiri (Stand-alone principle)
c.     Biaya Tenggelam (sunk cost)
d.     Biaya kesempatan (opportunity cost)
e.     Side effect – erosion
f.      Depresiasi
g.     Resiko peramalan (forecasting risk)
h.     Analisis Skenario (scenario analysis)
i.       Analisis Sensitivitas (sensitivity analysis)
j.       Opsi manajerial (managerial option)
k.     Rencana darurat (contingency planning)
l.       Opsi strategi (strategic options)
m.   Capital rationing
n.     Soft rationing dan Hard rationing

2.     PT.  Ketura ingin membangun sebuah pabrik di Taman Utama. Perusahaan membeli tanah 6 tahun lalu seharga Rp 7,5 miliar yang rencana awalnya digunakan untuk lokasi gudang dan distribusi, namun perusahaan memutuskan untuk menyewa di tempat lainnya. Tanah tersebut laku dijual seharga Rp 10,3 miliar saat ini. Perusahaan ingin membangun pabrik di tanah tersebut dengan biaya Rp 24 miliar, dan lokasi tanah itu perlu diuruk dengan biaya Rp 975 juta sebelum bisa dibangun. Berapa arus kas yang diperhitungkan sebagai investasi awal dalam aset tetap saat mengevaluasi proyek ini? Mengapa?

3.     PT Wahana Serbaguna saat ini menjual 28.000 motor biasa / tahun seharga Rp 15 juta / buah dan 7.000 motor mewah / tahun dengan harga Rp 250 juta / buah. Perusahaan bermaksud menjual jenis mobil van sebanyak 29.000 unit seharga Rp 185 juta / buah. Untuk mencapai penjualan tersebut diperkirakan perusahaan harus mengurangi penjualan motor mewahnya sebanyak 750 unit / tahun dan meningkatkan penjualan motor biasanya sebanyak 2.500 unit / tahun.  Berapa angka yang digunakan sebagai penjualan tahunan  saat mengevaluasi proyek ini? Mengapa?

4.     Sebuah investasi baru diperkirakan menghasilkan penjualan sebesar Rp 750 juta. Beban variablenya 55% dari penjualan dan beban tetapnya Rp 182,5 juta, penyusutan Rp 86 juta. Susunlah laporan laba rugi proforma dengan asumsi tariff pajak 35%. Berapa perkiraan laba bersihnya?

5.     Berikut data untuk menyusun laba rugi sbb :
Penjualan                              Rp 657.900.000
Beban                                     Rp 352.900.000
Penyusutan                           Rp   97.500.000
EBIT                                                     ?
Pajak (35%)                                       ?
Laba Bersih                                       ?
Isilah angka yang belum ada, lalu hitunglah OCF nya? (Hitung dengan beberapa cara)

6.     Suatu aset seharga Rp 635 juta didepresiasikan dengan metode garis lurus selama 8 tahun tanpa nilai sisa. Aset tersebut digunakan dalam proyek berusia 5 tahun, pada akhir umur proyek , aset tersebut bisa dijual dengan harga Rp 125 juta. Jika tariff pajak 35%, berapa arus kas setelah pajak dari penjualan aset tersebut?

7.     PT. Ruben ingin menjual papan rekaman baru seharga Rp 264 juta sebanyak 1.500 unit / tahun.  Saat ini perusahaan menjual 1.850 unit dengan model yang ada.  Jika model baru diperkenalkan  , maka model lama akan turun menjadi 1.520 unit / tahun. Harga model yang lama Rp 223 juta / unit. Beban variable sebesar 55% dari penjualan, penyusutan dari alat yang digunakan untuk menghasilkan model baru tersbut Rp 19,75 miliar / tahun dan beban tetap tunai nya Rp 24 miliar / tahun. Jika tariff pajaknya 38%, berapa OCF tahunan untuk proyek tersebut?

8.     PT. Calvin sedang mempertimbangkan  untuk melakukan ekspansi ke proyek baru dengan nilai investasi sebesar Rp 18,6 miliar. Investasi tersebut akan disusutkan dengan metode garis lurus selama 3 tahun tanpa nilai residu. Proyek ini diperkirakan akan menghasilkan penjualan Rp 19,5 miliar / tahun dengan biaya Rp 10,6 miliar. Jika tariff pajak 35%, berapa OCF untuk proyek ini?

9.     Jika hasil yang dikehendaki  (required return) sebsar 14%, berapa NPV proyek pada soal no. 8?

10. Jika pada soal nomor 8 diperlukan investasi pada modal kerja sebesar Rp 1,5 miliar dan nilai pasar dari aset tetap pada akhir umur proyek sebesar Rp 1,75 miliar pada akhir umur proyek. Berapa arus kas net proyek tersebut pada tahun 0, 1, 2, 3? Berapa NPV nya?

11. PT Kantin Enak sedang mencari system pembuatan sosis baru dengan nilai investasi sebesar Rp 7,35 miliar. Biaya investasi tersebut akan didepresiasikan dengan metode garis lurus selama 5 tahun tanpa nilai residu. Nilai akhir investasi tersebut sebesar Rp 1,05 miliar / tahun. Sistem baru tersebut akan menghemat sebesar Rp 2,04 miliar / tahun dan system tersebut membutuhkan tambahan modal kerja sebesar Rp 350 juta. Dengan tariff pajak 34% dan tingkat diskonto sebesar 8%, berapa NPV proyek tersebut?

12. Perusahaan anda sedang mempertimbangkan untuk membeli system computer baru seharga Rp 4,8 miiar. Sistem tersebut akan didepresiasikan dengan metode garis lurus selama 5 tahun tanpa nilai residu. Sistem tersebut bernilai Rp 300 juta pada akhir umurnya. Sistem tersebut akan menghemat biaya produksi sebesar Rp 1,45 miliar sebelum pajak / tahun dan modal kerja akan berkurang sebesar Rp 350 juta di awal proyek tersebut.  Modal kerja akan kembali normal di akhir proyek. Jika tariff pajak 35%, berapa IRR proyek tersebut?

13. Jika pada soal di atas , misalkan hasil yang dikehendaki (required return) sebesar 10% dan pengehamatan sebelum pajak sebesar Rp 1,55 miliar /tahun, apakah proyek tersebut akan diterima? Bagaimana bila pengehematan sebelum pajaknya hanya Rp 1,25 miliar / tahun?

14. PT Mobilku memperkirakan biaya merakit kopling baru. Harga jual Rp 8,6 juta / unit, biaya variable Rp 3,2 juta / unit, biaya tetap Rp 34 miliar, kuantitas 60.000 unit. Dengan perkiraan tingkat akurasi sebesar 15%. Berapa nilai yang digunakan untuk ke empat variable tersebut jika digunakan analisis scenario terbaik dan scenario terburuk?


15. Misalkan sebuah proyek berumur 3 tahun dengan nilai investasi aset tetap awalnya sebesar Rp 7,3 miliar, disusutkan dengan metode garis lurus selama 5 tahun tanpa nilai residu, harga jual Rp 400.000, biaya variable Rp 320.000, biaya tetap Rp 3,5 juta, kuantitas yang dijual 90.000 unit, tariff pajak 34%. Seberapa sensitive OCF terhadap perubahan kuantitas yang 
Read More