Pendapatan
Negara 50% merupakan hasil dari penerimaan pajak. Penerimaan
pajak dari tahun ketahun mengalami fruktuasi, realisasi penerimaan pajak pada tahun 2015 sebesar 81,5 berikut realisasi penerimaan
pajak dari tahun 1990 sampai dengan 2015. Data BI (Senin, 4
Januari 2016).
Dapat dilihat bahwa penerimaan
pajak dari tahun 1990 hingga 2015 belum mencapai target yang diharapkan oleh
pemerintah bahkan tahun 2015 penerimaan pajak menurun dari tahun 2011 yakni
dari 91,7 persen menjadi 81,5 persen.
Upaya yang dilakukan Pemerintah dalam meningkatkan penerimaan
wajib pajak salah satunya dengan cara reformasi perpajakan. Menurut Anggito Ambiyu (2003:15) Secara garis
besar tujuan dari reformasi administrasi perpajakan ini diharapkan dapat
memenuhi tiga tujuan utama, yaitu :
1.
Tercapainya tingkat kepatuhan
sukarela yang tinggi
2.
Tercapainya tingkat kepercayaan
terhadap administrasi perpajakan yang tinggi
3.
Tercapainya produtivitas aparat
perpajakan yang tinggi
Dirjen Pajak Dirjen Pajak telah mengemukakan bahwa sistem perpajakan
membutuhkan penyempurnaan khususnya reformasi administrasi perpajakan. Secara
garis besar, reformasi administrasi perpajakan ini diharapkan dapat memenuhi
tiga tujuan utama, yaitu : Agar tercapainya tujuan-tujuan
tersebut maka pemertintah melakukan beberapa strategi, diantaranya :
1.
Meningkatkan Kepatuhan
2.
Menangkal Ketidakpatuhan
3.
Meningkatkan Citra
4.
Mengembangkan administrasi modern
5.
Meningkatkan Produktifitas aparat
Reformasi
perpajakan untuk penghasilan tidak kena pajak telah diperbarui pada tahun 2015 sesuai
PMK 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak tanggal
29 Juni 2015 yang menggantikan Peraturan Menteri
Keuangan nomor 162/PMK.011/2012. Mengutip siaran pers Direktorat Jenderal Pajak tanggal 27 Juli 2015, konsekuensi yang akan timbul akibat diterapkannyaPMK 122/PMK.010/2015 adalah :
1.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang
untuk Masa Pajak Juli s.d. Desember
2015 dihitung dengan menggunakan PTKP baru;
2.
PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari s.d. Juni 2015 yang
telah dihitung, disetor dan dilaporkan dengan menggunakan PTKP lama dilakukan pembetulan dengan
menggunakan PTKP baru.
3.
Dalam hal terdapat kelebihan setor
akibat pembetulan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d.
Juni 2015, dan agar manfaat kenaikan PTKP tersebut dapat langsung dirasakan
oleh masyarakat luas maka pemberi kerja mengkompensasikan
kelebihan setor tersebut terhadap PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli s.d. Desember
2015.
Pokok-pokok PMK122/PMK.010/2015 adalah:
1.
Besaran PTKP mulai berlaku sebagai
dasar perhitungan PPh orang pribadi untuk tahun pajak 2015 sejak tanggal 1
januari 2015.
2.
Batasan PTKP 2015 untuk :
a)
Diri Wajib Pajak Orang Pribadi
sebesar Rp 36.000.000
b)
Tambahan bagi Wajib Pajak Kawin Rp
3.000.000;
c)
Tambahan untuk istri yang
penghasilannya digabung dengan suami Rp 36.000.000; dan
d)
Tambahan untuk setiap tanggungan Rp.
3.000.000
Tabel 1.1 PTKP Lama dan PTKP
Terbaru
Keterangan
|
PTKP Lama
|
PTKP Baru
|
TK
|
Rp
24.300.000
|
Rp
36.000.000
|
K/0
|
Rp
26.325.000
|
Rp
39.000.000
|
K/1
|
Rp
28.350.000
|
Rp
42.000.000
|
K/2
|
Rp
30.375.000
|
Rp
45.000.000
|
K/3
|
Rp
32.400.000
|
Rp
48.000.000
|
Sumber
: PMK122/PMK.010/2015
Selain reformasi perpajakan, sosialisasi perpajakan juga
perlu dilakukan karena sosialisasi perpajakan merupakan kegiatan penyuluhan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jendral
Pajak dengan tujuan memberikan informasi terbaru mengenai perpajakan dengan
cara langsung maupun tidak langsung. Seperti membuka acara atau penyuluhan
langsung terhadap masyarakat yang dilakukan kantor pelayanan pajak yang
memberikan informasi pajak kepada wajib pajak yang terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak tersebut, atau dengan cara tidak langsung seperti pemasangan
spanduk dan kunjungan web-site yang disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak .
Sosialisasi pajak ini memiliki andil yang cukup besar dalam
penerimaan pajak serta mensukseskan sosialisasi pajak keseluruh wajib pajak.
Berbagai media yang diberikan oleh fiskus seperti web-site Dirjen pajak,
spanduk dan informasi langsung dari petugas terhadap wajib pajak tentang
informasi terbaru mengenai pajak diharapkan mampu menggugah kesadaran
masyarakat untuk patuh terhadap pajak dan membawa pesan moral terhadap
pentingnya pajak bagi negara, sehingga masyarakat patuh akan membayar pajaknya
dan akan meningkatkan penerimaan negara dari pajak.
Data dirjen
pajak menunjukkan tingkat kepatuhan wajib pajak hingga tahun 2015 adalah Wajib
Pajak (WP) yang terdaftar dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) mencapai 30.044.103 WP, yang terdiri atas 2.472.632 WP Badan, 5.239.385
WP Orang Pribadi (OP) Non Karyawan, dan 22.332.086 WP OP Karyawan. Hal ini
cukup memprihatinkan mengingat menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga
tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia yang bekerja mencapai 93,72 juta orang.
Artinya baru sekitar 29,4% dari total jumlah Orang Pribadi Pekerja dan
berpenghasilan di Indonesia yang mendaftarkan diri atau terdaftar sebagai WP.
Ditjen
Pajak telah mengumpulkan penerimaan pajak lebih dari Rp 1.000 triliun hingga 25
Desember 2015. Pencapaian tersebut merupakan prestasi bagi Ditjen Pajak karena
berhasil mencetak rekor pertama kali dalam sejarah Indonesia. Meski jumlah
penduduk 250 juta orang, yang punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya 28
juta orang atau sedikit di atas 10 persen. Yang menyampaikan SPT rutin hanya 10
juta WP dan yang membayar penuh sesuai ketentuan cuma 900 ribu orang. Itu WP
Orang Pribadi.
Peneliti Annisa Gama Widjaya (2008) melakukan
penelitian tentang “Studi Evaluasi Kepatuhan
Wajib Pajak Sebelum dan Sesudah Reformasi Perpajakan dan Implikasinya
Terhadap Penerimaan Pajak”. Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara besarnya Wajib Pajak terdaftar pada periode sebelum dan
sesudah reformasi perpajakan tahun 2008. Hal ini berarti bahwa setelah adanya
Reformasi Pajak Tahun 2008 besarnya Wajib Pajak Terdaftar pada KPP Pratama Kota
Semarang meningkat.
Yulanda Atika dan Rika
Kharina E (2013) “Analisis Sosialisasi Perpajakan Pada Wajib Pajak dalam upaya
Peningkatan Penerimaan Perpajakan pada KPP Madya Palembang” Hasil Menunjukan
bahwa terdapat Wajib Pajak yang kurang memahami materi-materi yang disampaikan
oleh petugas pajak KPP Madya Palembang, penyebabnya dikarenakan penyuluh/pembicara
yang kurang jelas dalam memaparkan materi. Sehingga petugas penyuluhan
memberikan klinik pajak atau sosialisasi secara personal. Seharusnya KPP Madya
lebih memperhatikan keterampilan dan kecakapan pembicara yang harus menguasai
materi dan dapat menyampaikan materi tersebut dengan bahasa yang sesederhana
mungkin sehingga informasi dapat diterima dengan baik, dan materi yang disampaikan
jangan hanya pokok-pokok materi tapi juga penjelasan dan diusahakan si pembicara
dapat menambahkan improvisasi.
Chatib Basri, Mantan Menteri Keuangan RI, yang menyatakan bahwa
sumber penerimaan pajak Indonesia masih didominasi dari perusahaan yang
bergerak dalam bidang sumber daya alam. Oleh karena itu, kondisi perekonomian
pada tahun 2015 dimana permintaan dan harga komoditas mengalami penurunan juga
akan semakin memperberat beban Direktorat Jenderal Pajak dalam mengamankan
target penerimaan pajak.
EmoticonEmoticon